Sabtu, 01 November 2008

Dari pecinta Tetralogi Laskar Pelangi part-2




Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga menyerap, mengikat, mengeand, berkembang, terurai, dan berpencar kearah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang megetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup!ingin merasakan sari pati hidup!

Itulah sedikit gambaran dari buku ke-3 dari Tetralogi laskar pelangi ( edensor ) buku yang membuat aq melayang serasa menenbus langit ke-7 ( hoho...) dan sekaligus meyakinkan aq bahwa aq benar2 fall in love kpd andrea hirata, ga ada alasan lain untuk tidak mencintai karya-karyanya. Berapa kalipun aq membaca buku ini, aq tetap merasakan, kebahagiannya, harunya, perjuangan, pokokkya fantastis dan tidak berhenti membuat bulu kudukku berdiri..

I have no word anymore to say for this book, you want to know why?? I'll try to explain it...

Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sparodis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holostik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.
( Harun Yahya for edensor )

Dari awal bab, andrea sudah mulai membius smua pembacanya dengan menceritakan tentang belajar mencintai kehidupannya dari orang yang membenci hidupnya dan "Weh adalah orang pertama yang mengajariku ( aku=ikal ) mengenali diriku sendiri..."

From mozaik 1 'laki-laki zenit dan nadir'
Banyak orang yang panjang pengalamannya tapi tak kunjung belajar, namun tak jarang pengalaman yang pendek mencerahkan sepanjang hidup. Pengalaman hidupku adalah lelaki yang mengutukki hidupnya sendiri. Namanya Weh.

Weh.. diceritakan andrea sebagai laki2 tua, dia sahabat masa kecil ayah dan ibu ikal. Dia adalah orang hina di mata masyarakat, dia mengidap penyakit burut. Konon ia atau sanak leluhurnya pernah menlangkahi Al-Qur'an, kualat tuduh orang kampung tanpa perasaan. Sampai2 Taikong Hamin (penggawa masjid) mengacung-acungkan tombak mimbar pada khalayak yang silang sengketa,, "jangan mandikan mayatnya di masjid, biar dia hangus di neraka berdaki-daki" seru taikong hamin. Hidup weh disita malu, semangat pemuda penuh harapan itu tumbang, ia mengasingkan diri, meninggalkan tunangannya. Weh menjadi nelayan dan tinggal di perahu.

Meskipun demikian ikal (yg pd wkt itu usianya sktr 14th..) tetap ingin mencari keindahan dibalik keburukkan Weh, dg mendekatinya, menatap wajah weh yang bening dan kesakitan kemudian dengan hati ngilu, ngiris melihat penderitaan Weh, ikal memecahkan tabungan pramukanya lalu bersepeda puluhan kilometer hanya untuk satu tujuan: membeli radio saku untuk Weh..

Dari sedikit cerita andrea tentang laki2 zenit dan nadir ini, aq ngerasa banyak hikmah yg bisa qta ambil sebagai manusia yg sudah terlalu sombong yg hanya melihat orang lain dari luarnya saja dan langsung menjatuhkan penilaian terhadap orang yg kurang sempurna dari diri qta sendiri kemudian membandingkannya lebih baik maupun lebih buruk. Memang semua itu penilaian yg salah tp tetap qta lakukan sehari-hari ( ya,, termasuk aq kadang suka sprt itu..)

to be continued ( still all about "Weh" )

Tidak ada komentar: